Ya kira-kira kaya gini lah bentuknya :)
Hasil Wawancara Verbatim
Interviewer : Oke Vero sebelumnya apakah kamu pernah
mengalami pengalaman penolakan?
Interviewee : Iya pernah.
Interviewer
: Oke baik Vero, saya akan memulai bertanya dengan beberapa pertanyaan. Kamu
bisa menjawab sesuai dengan yang kamu rasakan. Oke. Bagaimana pendapatmu Ver
tentang peristiwa penolakan yang pernah kamu alami tersebut?
Interviewee
: Yaa, aku pernah ngalamin waktu aku SMA. Dulunya kan aku selalu sekolah di
sekolah swasta dari TK sampai SMP. Nah, aku sempat kaget kan. Aku sempat,
pertama kali masuk aku sempat duduk sama anak yang agamanya muslim dan pakai
jilbab juga. Terus dia juga eee dari sekolah islamic-islamic school gitu ya kan. Terus, eee disitu kan dia
sempat kalo misalnya di sekolah negeri itu kan jam 12.00 itu kan ada kaya
sholat apa gitu, pokoknya sholat apa.
Interviewer :
Apa maksud kamu Sholat Zuhur?
Interviewee
: Ya, pokoknya itu lah. Nah dia ngajak. Dan sebelum-sebelumnya karena
minggu-minggu kemaren dia belum tahu kalau aku non muslim. Pokoknya ketika ada
sholat gitu dia sempet ngajak,”Vero, kamu ga sholat?”. “Enggak”, kataku kan.
“Kenapa?” Aku sempet ngerasa ragu kan buat ngomong gitu kan, tapi mau kapan
lagi kan.
Interviewer :
Lantas, apa yang terjadi setelah itu?
Interviewee :
Di saat itulah saat dia balik dari sekolah itu pokoknya sikapnya berubah banget
180 derajad. Aku ga pernah diajak ngomong sama sekali. Terus dia pergi
kemana-mana itu aku ga pernah diajak ngomong. Selama, pokoknya selama yang aku
ngomong kalau aku yang non muslim. Pokoknya dia langsung jauhin aku bener-bener.
Walaupun kita masih satu bangku.
Interviewer
: Iya saya mengerti, silahkan dilanjutkan!
Interviewee :
Terus, eee aku juga pernah dituduh sama guruku itu nyontek. Ketika aku dapat
nilai tertinggi. Itu bener-bener apa ya, di depan kelas aku dituduh nyontek dan
disaksiin sama temen-temen. Padahal aku bener-bener ga nyontek dan nilaiku di
rapot juga. Padahal nilai-nilaiku bagus-bagus tapi ga sebagus yang aku dapetin
dari hasil-hasil tugas, ujian sisipan, nah itu masih standard-standard gitu.
Dan aku juga pernah diejek sama guruku pokoknya. Saat itu pada bulan-bulan
puasa. Terus sama, kan aku masih disekolah sampai sore nungguin puasa. Tapi ga
tahu guruku itu kenapa, dia bilang, “Vero kamu ngapain disini, emang kamu puasa
dateng buka puasa bersama”
Interviewer :
Oke saya mengerti, ada yang lainnya Ver?
Interviewee :
Terus apa lagi ya. Pokoknya nilai-nilaiku tu pasti kalah sama yang agamanya
muslim. Pasti ada nilainya yang dikurangin gitu. Ga mau pokoknya anak-anak yang
non-muslim itu lebih tinggi dari anak yang muslim. Gitu. Terus dari
temen-temenku juga sih suka kepo-kepo tentang agama nasrani. Pokoknya,
bener-bener kaya, misalnya lima orang yang nanya. Aku tu cuma seorang. Kalau
misalnya ga tahu kan wajar. Emang aku ini apa, mesti tahu semua tentang
agamaku. Aku kan juga bukan ini, apa namanya tu, suster/bruder. “Ah lu gimana
sih, ga pernah ke gereja apa?” ya gitu deh.
Interviewer
: Oke begitu ya, seekstrim itu ya bentuk penolakannya. Oke lantas apa yang kamu
rasakan saat itu ?
Interviewee
: hmm, pokoknya aku tu sempat pengen, ngerasa pengen pindah dari sekolah itu.
Dan aku sempat trauma dengan sekolah negeri. Tapi, setelah aku jalanin, coba
adaptasi terus, akhirnya ya aku mulai diterima.
Interviewer
: Oke terima kasih Vero.
Analisis Data Partisipan VL
Komentar
|
Verbatim
|
Tema
|
Subjek jujur atas pengalamannya.
Subjek mengatakan dengan jujur, bahwa
pengalaman penolakannya terjadi pada saat dirinya duduk di bangku SMA.
Subjek merasakan perbedaan yang jelas
antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
Subjek merasa harus menyesuaikan diri
dengan kebiasaan agama lain untuk beribadah.
Subjek merasa canggung ketika harus
mengakui kalau dirinya non-muslim.
Subjek merasa ragu-ragu atas
jawabannya sendiri karena tidak sama dengan kelompok mayoritas.
Subjek merasa mendapat perlakuan
berbeda dari temannya, setelah mengakui kalau dirinya non-muslim atau berbeda
keyakinan dengan mayoritas temannya.
Subjek merasa kecewa kepada lingkungan
kelasnya, karena dirinya mendapat perlakuan yang berbeda dari teman-temannya
yang lain.
Subjek merasa mendapat perlakuan yang
tidak adil di kelas.
Subjek merasa kerja kerasnya untuk
mendapatkan nilai yang baik, sama sekali tidak dihargai oleh gurunya. Dirinya
malah dituduh mencontek.
Subjek sungguh merasa tertekan ketika
guru subjek pun mempermasalahkan keyakinan subjek.
Subjek mendapatkan perlakuan yang
tidak adil dari gurunya.
Guru subjek membedakan antara murid
yang beragama islam dan non-islam.
Subjek merasa tidak nyaman ditanyai
tentang agamanya.
Teman-teman subjek langsung
menyimpulkan bahwa subjek tidak pernah ke gereja.
Puncak stress subjek, terjadi pada
saat subjek merasa ingin pindah dari sekolahnya itu.
Subjek merasa distress
Subjek hanya bisa learned heplessness sambil terus menyesuaikan diri.
Pada akhirnya subjek mulai diterima.
|
Interviewer
: Oke Vero sebelumnya apakah kamu
pernah mengalami pengalaman penolakan?
Interviewee
: Iya pernah.
Interviewer
: Oke baik Vero, saya akan memulai bertanya dengan beberapa pertanyaan. Kamu
bisa menjawab sesuai dengan yang kamu rasakan. Oke. Bagaimana pendapatmu Ver
tentang peristiwa penolakan yang pernah kamu alami tersebut?
Interviewee
: Yaa, aku pernah ngalamin waktu aku SMA. Dulunya kan aku selalu sekolah di
sekolah swasta dari TK sampai SMP. Nah, aku sempat kaget kan. Aku sempat,
pertama kali masuk aku sempat duduk sama anak yang agamanya muslim dan pakai
jilbab juga. Terus dia juga eee dari sekolah islamic-islamic school gitu ya kan. Terus, eee disitu kan dia
sempat kalo misalnya di sekolah negeri itu kan jam 12.00 itu kan ada kaya
sholat apa gitu, pokoknya sholat apa.
Interviewer
:
Apa maksud kamu Sholat Zuhur?
Interviewee
: Ya, pokoknya itu lah. Nah dia ngajak. Dan sebelum-sebelumnya karena
minggu-minggu kemaren dia belum tahu kalau aku non muslim. Pokoknya ketika
ada sholat gitu dia sempet ngajak,”Vero, kamu ga sholat?”. “Enggak”, kataku
kan. “Kenapa?” Aku sempet ngerasa ragu kan buat ngomong gitu kan, tapi mau
kapan lagi kan.
Interviewer
:
Lantas, apa yang terjadi setelah itu?
Interviewee
:
Di saat itulah saat dia balik dari sekolah itu pokoknya sikapnya berubah
banget 180 derajad. Aku ga pernah diajak ngomong sama sekali. Terus dia pergi
kemana-mana itu aku ga pernah diajak ngomong. Selama, pokoknya selama yang
aku ngomong kalau aku yang non muslim. Pokoknya dia langsung jauhin aku
bener-bener. Walaupun kita masih satu bangku.
Interviewer
: Iya saya mengerti, silahkan dilanjutkan!
Interviewee
:
Terus, eee aku juga pernah dituduh sama guruku itu nyontek. Ketika aku dapat
nilai tertinggi. Itu bener-bener apa ya, di depan kelas aku dituduh nyontek
dan disaksiin sama temen-temen. Padahal aku bener-bener ga nyontek dan
nilaiku di rapot juga. Padahal nilai-nilaiku bagus-bagus tapi ga sebagus yang
aku dapetin dari hasil-hasil tugas, ujian sisipan, nah itu masih
standard-standard gitu. Dan aku juga pernah diejek sama guruku pokoknya. Saat
itu pada bulan-bulan puasa. Terus sama, kan aku masih disekolah sampai sore
nungguin puasa. Tapi ga tahu guruku itu kenapa, dia bilang, “Vero kamu
ngapain disini, emang kamu puasa dateng buka puasa bersama”
Interviewer
:
Oke saya mengerti, ada yang lainnya Ver?
Interviewee
:
Terus apa lagi ya. Pokoknya nilai-nilaiku tu pasti kalah sama yang agamanya
muslim. Pasti ada nilainya yang dikurangin gitu. Ga mau pokoknya anak-anak
yang non-muslim itu lebih tinggi dari anak yang muslim. Gitu. Terus dari
temen-temenku juga sih suka kepo-kepo tentang agama nasrani. Pokoknya,
bener-bener kaya, misalnya lima orang yang nanya. Aku tu cuma seorang. Kalau
misalnya ga tahu kan wajar. Emang aku ini apa, mesti tahu semua tentang
agamaku. Aku kan juga bukan ini, apa namanya tu, suster/bruder. “Ah lu gimana
sih, ga pernah ke gereja apa?” ya gitu deh.
Interviewer
: Oke begitu ya, seekstrim itu ya bentuk penolakannya. Oke lantas apa yang
kamu rasakan saat itu ?
Interviewee : hmm, pokoknya aku tu
sempat pengen, ngerasa pengen pindah dari sekolah itu. Dan aku sempat trauma
dengan sekolah negeri. Tapi, setelah aku jalanin, coba adaptasi terus,
akhirnya ya aku mulai diterima.
Interviewer
: Oke terima kasih Vero.
|
Penerimaan diri positif
Perjuangan untuk menerima diri dan
identitas diri
Diri jasmaniah mulai terbentuk
(bertambah kompleksnya pengalaman-pengalaman perseptual)
Kesadaran jasmaniah mulai berkembang
(sadar jika dirinya seorang non-muslim, berada di lingkungan yang mayoritas
muslim)
Mulai memahami identitas-diri (bahwa
dirinya non-muslim)
Harga diri terancam
Mencapai perluasan diri (kepercayaanku
seperti ini, saya harus mulai memahami kepercayaan lain)
Diri yang ditolak oleh lingkungan
Feel
insecure
Tekanan dan rasa sakit
Konflik eksternal
Lingkungan mengancam eksistensi diri
Tidak mendapatkan penghargaan positif
tak bersyarat
Perjuangan proprium
Menerima agresi verbal
Merasa tidak berdaya menerima press
Memperoleh gambaran diri bahwa
minoritas pasti akan menerima perilaku penolakan
Mengalami misstrust
Merasa marah
Keinginan untuk menghindar
Distress
Diri sebagai pelaku rasional
Subjek mencapai proprium
(pengalamannya menempanya menjadi
pribadi yang kuat)
|
Daftar Tema Awal (List)
Penerimaan diri positif
Perjuangan untuk menerima diri dan
identitas diri
Diri jasmaniah mulai terbentuk
(bertambah kompleksnya pengalaman-pengalaman perseptual)
Kesadaran jasmaniah mulai berkembang
(sadar jika dirinya seorang non-muslim, berada di lingkungan yang mayoritas
muslim)
Mulai memahami identitas-diri (bahwa
dirinya non-muslim)
Harga diri terancam
Mencapai perluasan diri (kepercayaanku
seperti ini, saya harus mulai memahami kepercayaan lain)
Diri yang ditolak oleh lingkungan
Feel
insecure
Tekanan dan rasa sakit
Konflik eksternal
Lingkungan mengancam eksistensi diri
Tidak mendapatkan penghargaan positif
tak bersyarat
Perjuangan proprium
Menerima agresi verbal
Merasa tidak berdaya menerima press
Memperoleh gambaran diri bahwa
minoritas pasti akan menerima perilaku penolakan
Mengalami misstrust
Merasa marah
Keinginan untuk menghindar
Distress
Diri sebagai perilaku rasional
Subjek mencapai proprium
(pengalamannya menempanya menjadi
pribadi yang kuat)
|
Pengelompokan Tema (Clustering
Theme)
Harga diri terancam
Diri yang ditolak oleh lingkungan
Tekanan dan rasa sakit
Konflik eksternal
Lingkungan mengancam eksistensi diri
Tidak mendapatkan penghargaan positif
tak bersyarat
Menerima agresi verbal
Merasa tidak berdaya menerima press
Mengalami misstrust
Merasa marah
Feel
insecure
Distress
Keinginan untuk menghindar
Penerimaan diri positif
Perjuangan untuk menerima diri dan
identitas diri
Diri jasmaniah mulai terbentuk
(bertambah kompleksnya pengalaman-pengalaman perseptual)
Kesadaran jasmaniah mulai berkembang
(sadar jika dirinya seorang non-muslim, berada di lingkungan yang mayoritas
muslim)
Mulai memahami identitas-diri (bahwa
dirinya non-muslim)
Mencapai perluasan diri (kepercayaanku
seperti ini, saya harus mulai memahami kepercayaan lain)
Memperoleh gambaran diri bahwa
minoritas pasti akan menerima perilaku penolakan
Perjuangan proprium
Diri sebagai perilaku rasional
Subjek mencapai proprium
(pengalamannya menempanya menjadi
pribadi yang kuat)
|
Pengalaman
Penolakan oleh Teman Sebaya
Silvester
Kalpika Narantaka
119114035
I.
Pendahuluan
Penelitian ini merupakan pemaknaan
tentang pengalaman penolakan oleh teman sebaya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menafsirkan secara lebih mendalam pengalaman penolakan oleh teman
sebaya dilihat dari sudut pandang korban penolakan. Tujuan lain dari penelitian
ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dari korban
penolakan. Penelitian ini juga disertai latar belakang dari subjek penelitian,
seperti konteks, kultural, dan personal.
Penelitian ini memiliki
kelebihan yaitu memiliki fokus pada diri subjek penelitian dan latar
belakangnya. Secara lebih spesifik yaitu berfokus pada kesejahteraan psikologis
dari korban penolakan, bukan hanya pada peristiwa penolakannya saja. Akan
tetapi penelitian ini juga mengandung celah atau kelemahan, yaitu sangat sulit
untuk dibandingkan dengan data yang identik. Karena tidak semua orang mengalami
pengalaman penolakan ini.
Partisipan dalam penelitian
ini adalah seorang mahasiswi dengan inisial VL, yang memiliki pengalaman
penolakan oleh teman sebayanya pada saat duduk di bangku SMA. Partisipan
menjelaskan tentang pengalaman penolakannya tersebut, sejauh yang partisipan
tangkap dan alami. Latar belakang partisipan yaitu berasal dari keluarga suku
batak dan jawa. Saat itu partisipan tinggal di Jakarta dan bersekolah di
sekolah negeri. Sementara partisipan memeluk agama minoritas di lingkungan itu.
II.
Hasil
Penelitian
A. Tema
Besar 1 à
Eksistensi Subjek Terancam
Subjek
merasa harga dirinya mulai terancam ketika lingkungannya mengetahui bahwa
subjek memeluk agama yang berbeda dengan mayoritas lingkungannya. Subjek
kemudian merasa ditolak oleh lingkungannya. Subjek merasa mendapat tekanan dan
juga rasa sakit. Hal ini berujung pada konflik eksternal yang dialami subjek.
Lingkungan subjek mulai mengancam eksistensi diri subjek. Subjek tidak diterima
apa adanya oleh lingkungannya. Subjek menerima agresi dalam bentuk verbal oleh
lingkungannya. Pada akhirnya subjek merasa tidak berdaya menerima press tersebut.
B. Tema
Besar 2 à
Muncul Emosi-emosi Negatif
Subjek
mengalami krisis kepercayaan kepada lingkungannya. Subjek merasa ingin marah,
tetapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Subjek juga merasa tidak aman dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari. Bahkan subjek sempat merasa distress. Pada
akhirnya ada keinginan dari dalam diri subjek untuk menghindar dari situasi
tersebut.
C. Tema
Besar 3 à
Perkembangan Diri atau Self
Subjek
menyadari bahwa untuk menerima diri dan identitas dirinya secara utuh
membutuhkan perjuangan yang keras. Diri jasmaniah subjek juga mulai terbentuk
ketika pengalaman-pengalaman perseptualnya semakin kompleks. Selain itu,
kesadaran jasmaniah subjek juga mulai berkembang ketika subjek menyadari bahwa
dirinya seorang non-muslim dan berada di lingkungan yang mayoritas muslim.
Subjek pun mulai memahami identitas dirinya. Subjek mencapai perluasan diri
ketika dirinya mulai memahami “Kepercayaanku seperti ini, saya harus mulai
memahami kepercayaan lain”. Di sisi lain, subjek mulai memperoleh gambaran diri
bahwa minoritas sangat rentan menerima perilaku penolakan. Subjek pun mulai
menyadari bahwa dirinya berperan sebagai pelaku rasional. Artinya, subjek mulai
memahami aturan-aturan baru dan juga pemahaman-pemahaman baru dari keberadaan
minoritas di tengah lingkungan mayoritas. Pada akhirnya subjek mencapai
proprium ketika pengalaman menempanya menjadi pribadi yang kuat.
III.
Kesimpulan
Kesimpulan dari pengalaman
penolakan adalah “Seseorang yang mengalami penolakan akan merasakan eksistensi
dirinya terancam. Kemudian muncul emosi-emosi negatif dalam dirinya. Pada
akhirnya orang tersebut akan mengalami perkembangan diri (self). Sehingga ketika seseorang mengalami penolakan, pada awalnya
dirinya mengalami krisis dan stress, tetapi akhirnya dirinya akan memperoleh
perkembangan diri.”
IV.
Lampiran
-
terlampir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar